Dalam Peraturan DJP ini mengatur secara teknis dan mendetail definisi, subjek, dan objek dari Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26, sedangkan dalam lampirannya pada bagian pertama memuat tentang petunjuk umum penghitungan dan pada bagian kedua memuat tentang contoh penghitungan PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26.
Untuk salinan Peraturan DJP Nomor : Per-31/PJ/2012 dan juga lampiran Per DJP nya silahkan teman-teman googling aja.
Point - point penting / intisari yang termaktub dalam PER DJP Nomor PER - 31/PJ/2012 ini diantaranya :
Pertama, Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26, diantaranya:
1. Pemberi kerja baik orang pribadi maupun badan;
2. Bendaharan atau pemegang kas pemerintah;
3. Dana Pensiun, BPJS dan badan lain yang membayar uang pensiun, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua secara berkala;
4. OP yang melakukan kegiatan usaha / pekerjaan bebas dan badan yang membayar honorarium, fee, komisi dan pembayaran lain sehubungan dengan jasa yang telah diberikan;
5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional.
Kedua, Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26, diantaranya:
1. Pegawai;
2. Penerima uang pesangon, pensiun, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, jaminan hari tua termasuk ahli warisnya;
3. Bukan Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa, seperti akuntan, dokter, notaris, dll;
4. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;
5. Mantan pegawai;
6. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan;
Ketiga, Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26, diantaranya:
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik berupa Penghasilan yang Bersifat Teratur maupun Tidak Teratur;
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
3. Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pegawai berhenti bekerja;
4. Penghasilan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
5. Imbalan kepada Bukan Pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan jasa yang dilakukan;
6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun;
7. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;
8. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai; atau
9. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
Keempat, Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26, diantaranya:
A. Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21
a. Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi:
1. Pegawai Tetap;
2. penerima pensiun berkala;
3. Pegawai Tidak Tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp 2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah);
4. Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan.
b. Jumlah penghasilan yang melebihi Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sehari, yang berlaku bagi Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah);
c. 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan;
d. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan huruf c.
B. Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21 adalah jumlah penghasilan bruto.
Kelima, Yang dimaksud penghasilan bruto adalah seluruh jumlah penghasilan 5 yang diterima atau diperoleh dalam suatu periode atau pada saat dibayarkan.
Keenam, Besarnya Penghasilan Kena Pajak ditetapkan sebagai berikut:
a. bagi Pegawai Tetap dan penerima pensiun berkala, sebesar penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP);
b. bagi Pegawai Tidak Tetap, sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP;
c. bagi Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.
Ketujuh, Besaran PTKP per tahun sebagai berikut:
a. Rp24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
b. Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
c. Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Besaran PTKP dalam peraturan ini telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Kedelapan, Tarif Pemotongan Pajak
A. Tarif PPh Pasal 21 sesuai dengan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang - Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
B. Tarif PPh Pasal 26 adalah 20% dan bersifat final.
C. Untuk penerima penghasilan yang tidak memiliki NPWP dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20%.
Kesembilan, Saat terutang PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26
A. PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 terutang bagi Penerima Penghasilan pada saat dilakukan pembayaran atau pada saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan.
B. PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 terutang bagi Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk setiap masa pajak.
C. Saat terutang untuk setiap masa pajak sebagaimana dimaksud pada point B adalah akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.
Demikian intisari / point penting yang ada dalam PER DJP Nomor PER-31/PJ/2012 ini, untuk lebih memahami pedoman teknis pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh 21 dan/atau PPh 26 teman-teman bisa membaca dan mempelajari langsung dari Peraturannya..
Semoga dapat membantu....
Mohon koreksi bila ada salah
Indahnya berbagi...
0 Komentar
Berkomentarlah sesuai dengan topik yang dibahas, komentar dengan menyertakan link aktif tidak akan diterbitkan..