Jurnal Transaksi Pajak
Dalam menjurnal transaksi-transaksi yang berhubungan dengan pajak, yang perlu teman-teman perhatikan adalah oleh siapa transaksi pajak tersebut dicatat. Pada dasarnya transaksi pajak tersebut melibatkan 2 pihak, yaitu pihak yang dipotong / dipungut dan pihak yang memotong / memungut. penjelasannya sebagai berikut:
a. Bagi yang dipotong / dipungut (yang membayar pajak)
Pencatatan transaksi pajak bagi yang dipotong / dipungut pajaknya akan ditentukan oleh sifat dari pajak yang dipotong tersebut, sebagai berikut:
Pertama, pajak yang dipotong bersifat Final, maka pajak yang dipotong / dibayar tersebut merupakan pelunasan pajak dan dicatat sebagai beban dalam periode berjalan.
Kedua, pajak yang dipotong bersifat Tidak Final / Dapat Dikreditkan, maka pajak yang dipotong / dibayar tersebut merupakan uang muka PPh dan dicatat sebagai aset (aset lancar).
b. Bagi yang memotong / memungut
Bagi pemotong, apapun sifat pajaknya, pajak yang dipotong / dipungut tersebut wajib disetorkan ke kas negara paling lambat pada saat jatuh temponya, sehingga selama pajak tersebut belum disetorkan, maka diakui sebagai hutang (kewajiban lancar).
Berikut beberapa contoh pencatatan transaksi yang berhubungan dengan pajak, saya kelompokkan berdasarkan jenis pajaknya, sebagai berikut:
1. PPh Pasal 21
Sesuai dengan UU PPh Pasal 21 dan aturan penjelasannya baik dalam PMK maupun PER DJP, penghasilan yang diterima oleh WP OP sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan wajib dipotong PPh oleh pemberi penghasilan.
Berikut beberapa contoh pencatatan jurnal transaksi yang berhubungan dengan PPh Pasal 21, sebagai berikut:
Contoh 1 : Umum
PT. Maju Makmur Mandiri melakukan pembayaran gaji pegawai tetap bulan September 2015 pada tanggal 25 sebesar Rp. 650 juta. Dari Jumlah tersebut perusahaan memotong PPh Pasal 21 sebesar Rp. 45 juta. PT. Maju Makmur Mandiri kemudian melakukan setoran PPh Pasal 21 Masa September 2015 pada tanggal 10 Oktober 2015.
Jurnalnya:
25 - 09 - 15 Beban Gaji Rp. 650.000.000,-
Utang PPh Pasal 21 Rp. 45.000.000,-
Kas Rp. 605.000.000,-
(Jurnal pembayaran gaji dan pemotongan PPh pasal 21 September 2015)
10 - 10 - 15 Utang PPh Pasal 21 Rp. 45.000.000,-
Kas Rp. 45.000.000,-
(Jurnal Setoran PPh Pasal 21 Masa September 2015)
Contoh 2 : PPh Pasal 21 Masa Desember
Pada bulan Desember 2015 PT. Maju Makmur Mandiri membayarkan gaji pegawai tetapnya sebesar Rp. 675 juta, selain itu sesuai ketentuan, PT. Maju Makmur Mandiri melakukan penghitungan ulang PPh terutang pegawai tetapnya untuk tahun 2015 ini. Dari hasil penghitungan ulang diketahui PPh terutang seluruh pegawai tetapnya untuk tahun 2015 ini sebesar Rp. 380 juta.
Sedangkan PPh Pasal 21 yang telah dipotong sejak masa Januari s/d November 2015 adalah adalah sebesar Rp. 355 juta, sehingga kekurangannya dipotongkan dari gaji Desember 2015.
Jurnalnya:
25 - 12 - 15 Beban Gaji Rp. 675.000.000,-
Utang PPh Pasal 21 Rp. 25.000.000,-
Kas Rp. 650.000.000,-
(Jurnal pembayaran gaji dan pemotongan PPh pasal 21 Desember 2015)
10 - 01 - 16 Utang PPh Pasal 21 Rp. 45.000.000,-
Kas Rp. 45.000.000,-
(Jurnal Setoran PPh Pasal 21 Masa Desember 2015)
Contoh 3 : PPh Pasal 21 Ditanggung Pemberi Kerja
Misal pada contoh 1 di atas, PT. Maju Makmur Mandiri menanggung seluruh pajak pegawai tetapnya, sehingga jurnal yang dicatat oleh PT. Maju Makmur Mandiri sebagai berikut:
Jurnalnya:
25 - 09 - 15 Beban Gaji Rp. 650.000.000,-
Beban PPh Pasasl 21 Rp. 45.000.000,-
Utang PPh Pasal 21 Rp. 45.000.000,-
Kas Rp. 650.000.000,-
(Jurnal pembayaran gaji dan pemotongan PPh pasal 21 September 2015)
10 - 10 - 15 Utang PPh Pasal 21 Rp. 45.000.000,-
Kas Rp. 45.000.000,-
(Jurnal Setoran PPh Pasal 21 Masa September 2015)
Ket:
1. Coba perhatikan jurnal pembayaran gaji dan pemotongan PPh pasal 21 yang ini dengan contoh pertama di atas, analisa perbedaannya.
2. Beban PPh pasal 21 yang ditanggung oleh perusahaan ini, sesuai dengan ketentuan perpajakan pada akhir periode oleh perusahaan (PT. Maju Makmur Mandiri) harus dikoreksi fiskal / tidak bisa dibebankan sebagai biaya perusahaan (Non Deductable Expense), karena PPh pasal 21 karyawan yang ditanggung perusahaan dianggap sebagai pemberian dalam bentuk kenikmatan (benefit in kind) atau natura.
Contoh 4 : Penerima Penghasilan Menyelenggarakan Pembukuan
Tn. Bagas Farel adalah WP OP yang berprofesi sebagai akuntan publik dan menyelenggarakan pembukuan dalam operasional usahanya. pada 20 Maret 2015 menerima pembayaran dari PT. Maju Makmur Mandiri atas jasa audit yang telah dilakukannya sebesar Rp. 75 juta. PT. Maju Makmur Mandiri telah memotong PPh pasal 21 atas penghasilan Tn. Bagas Farel tersebut. Bagaimana jurnal yang dibuat oleh PT. Maju Makmur Mandiri dan Tn. Bagas Farel??
Jurnalnya:
PT. Maju Makmur Mandiri
20 - 03 - 15 Beban Jasa Tenaga Ahli Rp. 75.000.000,-
Utang PPh Pasal 21 Rp. 1.875.000,- (75 juta x 50% x 5%)
Kas Rp. 73.125.000,-
Tn. Bagas Farel
20 - 03 - 15 Kas Rp. 73.125.000,-
UM PPh Pasal 21 Rp. 1.875.000,-
Pendapatan Jasa Rp. 75.000.000,-
Contoh 5 : Penerima Penghasilan Menggunakan Norma
Misal pada contoh 4 di atas, Tn. Bagas Farel tidak menggunakan pembukuan dalam menghitung penghasilan neto nya melainkan menggunakan norma. Bagaimana jurnal yang harus di buat oleh Tn. Bagas Farel??
Jurnalnya:
Bila Tn. Bagas Farel menggunakan Norma dalam menghitung Penghasilan Neto nya maka Tn. Bagas tidak perlu membuat jurnal atas setiap transaksi-transaksi usahanya, baik itu pendapatan maupun pengeluaran. Hal ini sesuai dengan UU PPh Pasal 14 ayat 2 dan ayat 3.
Contoh 6 : Penghasilan dari Pekerjaan
Misal kita pakai contoh 4 di atas, selain berprofesi sebagai Akuntan Publik, Tn. Bagas Farel juga tercatat sebagai Direktur Keuangan di PT. Sawah Besar Mandiri, pada tanggal 25 bulan September 2015 menerima gaji sebesar Rp. 15 juta dan dipotong PPh pasal 21 sebesar Rp. 650 ribu. Bagaimana jurnal yang dicatat oleh Tn. Bagas Farel??
Jurnalnya:
Menjadi kewajiban WP untuk melaporkan seluruh penghasilan dan menghitung PPh terutang atas penghasilan tersebut dalam SPT Tahunannya. Begitupula dengan Tn. Bagas Farel wajib menggabungkan penghasilan yang diterima sebagai Direktur Keuangan (penghasilan dari gaji) dan penghasilan yang diterima sebagai Akuntan Publik (penghasilan dari jasa).
Karena Tn. Bagas Farel memakai pembukuan dalam menghitung penghasilan neto nya, maka ketika Tn. Bagas Farel menerima gaji dari perusahaannya, harus mencatat penerimaan gaji tersebut sebagai berikut:
25 - 09 - 15 Kas Rp. 14.350.000,-
UM PPh Pasal 21 Rp. 650.000,-
Penghasilan dr Pekerjaan Rp. 15.000.000,-
(Jurnal Penerimaan Gaji dari PT. Sawah Besar Mandiri)
Nah itu teman-teman contoh jurnal untuk transaksi yang berhubungan dengan PPh Pasal 21, selanjutnya teman-teman juga bisa membaca lanjutan dari artikel ini yang berjudul Pencatatan Transaksi Yang Berhubungan Dengan PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 4 (2).
Semoga dapat membentu....
Mohon koreksi bila ada salah....
Indahnya berbagi....
0 Komentar
Berkomentarlah sesuai dengan topik yang dibahas, komentar dengan menyertakan link aktif tidak akan diterbitkan..